Halyang tidak terbantahkan dilakukan oleh gereja masa kini adalah melakukan pemberitaan Injil di tempat-tempat di mana nama Kristus sudah dikenal orang. Maka yang terjadi adalah pemindahan jiwa dari satu gereja ke gereja lain, bukannya memenangkan jiwa. Memindahkan ikan dari satu kapal ke kapal yang lain, bukannya menjaring jiwa-jiwa.
. The virtual church is a future church design that allows all human spiritual activities, such as worship, cell communities, prayer services, counseling, sacraments, evangelism, and so on, to enter soon a new era where the role of human beings is becoming increasingly insignificant and replaced with a touch of internet-based technology. The development of technology, with all its sophistication, has shifted the definition of the church. There is a characteristic of the true church, which is that 'koinonia' communion cannot be implemented virtually. This study aims to conduct a biblical study of the true meaning of digital ecclesiology to find whether the virtual church violates the rules of God's word or not. As well as looking for biblical patterns of spiritual life in building a virtual church. Using qualitative methods with a literature study approach through the source of books and literature as a research reference. The conclusion of this study is that the practice of virtual churches does not violate the rules of God's word; however, virtual churches need to build strong relationships between members koinonia/communion, as the early congregations did in Acts 242-47, becoming a pattern patron of building virtual churches in today's virtual adalah rancangan gereja masa depan yang memungkinkan semua aktivitas rohani manusia seperti ibadah, komunitas sel, pelayanan doa, konseling, sakramen, penginjilan dan sebagainya akan segera memasuki era baru, di mana peran manusia menjadi semakin tidak signifikan dan tergantikan dengan sentuhan teknologi berbasis internet. Perkembangan teknologi dengan segala kecanggihannya membuat definisi gereja mengalami pergeseran. Ada karakteristik gereja sejati, yaitu koinonia persekutuan yang tidak mampu diterapkan secara virtual. Penelitian ini bertujuan melakukan kajian biblis makna eklesiologi digital yang sesungguhnya, untuk menemukan apakah gereja virtual menyalahi kaidah firman Tuhan atau tidak? Serta mencari pola kehidupan rohani yang Alkitabiah dalam membangun gereja virtual. Menggunakan metodekualitatif dengan pendekatan studi pustaka, melalui sumber buku-buku dan literatur sebagai acuanpenelitian. Kesimpulan penelitian ini adalah praktik gereja virtual tidak menya-lahi kaidah firman Tuhan, namun demikian, gereja virtual perlu membangun relasi yang kuat antar-anggota koinonia/persekutuan, seperti yang dilakukan jemaatmula-mula dalamKisah Para Rasul242-47, menjadi sebuah pola patron membangun gereja virtual di era sekarang ini. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free EPIGRAPHE, e-ISSN 2579-9932, p-ISSN 2614-7203 209 Submit October 07, 2022 Reviewed November 08, 2022 Accepted November 12, 2022 !Keywords Kata kunciearly congregational life’s patterns; ecclesiological doctrine; virtual church; doktrin eklesiologi; gereja virtual; pola hidup jemaat mula-mula !!!!DOI http//d 33991/ î˜î˜!Refleksi Kehidupan Gereja Perdana dalam Praktik Gereja Virtual Jimmy Lizardo Sekolah Tinggi Teologi Rahmat Emmanuel Correspondence Abstract. The virtual church is a future church design that allows all human spiritual activities, such as worship, cell communities, prayer services, counseling, sacraments, evangelism, and so on, to enter soon a new era where the role of human beings is becoming increasingly insignificant and replaced with a touch of internet-based technology. The development of technology, with all its sophistica-tion, has shifted the definition of the church. There is a characteristic of the true church, which is that 'koinonia' communion cannot be implemented virtually. This study aims to conduct a biblical study of the true meaning of digital ecclesiology to find whether the virtual church violates the rules of God's word or not. As well as looking for biblical patterns of spiritual life in building a virtual church. Using qualitative methods with a literature study approach through the source of books and literature as a research reference. The conclusion of this study is that the practice of virtual churches does not violate the rules of God's word; however, virtual churches need to build strong relationships between members koinonia/communion, as the early congregations did in Acts 242-47, becoming a pattern patron of building virtual churches in today's era. Abstrak. Gereja virtual adalah rancangan gereja masa depan yang memungkinkan semua aktivitas rohani manusia seperti ibadah, komunitas sel, pelayanan doa, konseling, sakramen, penginjilan dan sebagainya akan segera memasuki era baru, dimana peran manusia menjadi semakin tidak signifikan dan tergantikan dengan sentuhan teknologi berbasis internet. Perkembangan teknologi dengan segala kecanggihannya membuat definisi gereja mengalami pergeseran. Ada karakteris-tik gereja sejati, yaitu koinonia persekutuan yang tidak mampu diterapkan secara virtual. Penelitian ini bertujuan melakukan kajian biblis makna eklesiologi digital yang sesungguhnya, untuk menemukan apakah gereja virtual menyalahi kaidah firman Tuhan atau tidak? Serta mencari pola kehidupan rohani yang Alkitabiah dalam membangun gereja virtual. Menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi pustaka, melalui sumber buku-buku dan literatur sebagai acuan penelitian. Kesimpulan penelitian ini adalah praktik gereja virtual tidak menya-lahi kaidah firman Tuhan, namun demikian, gereja virtual perlu membangun relasi yang kuat antar-anggota koinonia/persekutuan, seperti yang dilakukan jemaat mula-mula dalam Kisah Para Rasul 242-47, menjadi sebuah pola patron membangun gereja virtual di era sekarang ini. Pendahuluan Era sekarang adalah era virtual dimana hampir setiap bidang kehidupan terhubung dengan internet. Semua kalangan mengakui bahwa kehidupan manusia mulai bangun di pagi hari dan sampai kembali tidur di malam hari selalu terhubung dengan internet. Yang lebih fenomenal lagi tatkala topik virtual berimbas pengaruhnya sampai ke gereja. Dr. Joshua M. Sinaga dalam tulisannya memberi pernyataan bahwa kata virtual dapat berarti seperti atau seolah-olah itu Vol 6, No 2, November 2022 209-221 e-ISSN 2579-9932 p-ISSN 2614-7203 J. Lizardo Refleksi Kehidupan Gereja Perdana dalam Praktik Gereja Virtual EPIGRAPHE, e-ISSN 2579-9932, p-ISSN 2614-7203 210 nyata. Kata virtual bermakna maya, bisa juga disebut bayangan atau seolah-olah nyata, dan merupakan simulasi dari bentuk nyata. Bila dibandingkan dengan fatamorgana, maka terdapat perbedaan mendasar karena virtual tidak berarti palsu pada tingkat output hasil.Jadi berbicara mengenai teknologi virtual adalah interaksi yang melekat dalam dunia platform media sosial, karena virtual adalah media visual yang menyenangkan dan telah menyentuh hampir setiap aspek kehidupan masyarakat saat menakjubkan lagi, platform media telah mensosialisasikan kehidupan manusia pada level virtual tanpa memerlukan interaksi fisik sehingga memungkinkan setiap orang yang memiliki koneksi internet, berpotensi terhubung dengan semua orang di seluruh belahan dunia ini. Jadi jelas terlihat bahwa platform media sosial di era sekarang telah mengubah kehidupan banyak orang yaitu membuat semua orang menjadi dekat. Hal seperti ini belum pernah terjadi dalam beberapa dekade sebelumnya. Kini jarak bukan lagi penghalang utama bagi manusia untuk bersosialisasi, dengan kata lain, semua batasan yang pernah ada sebelum-nya dan merupakan kendala bagi manusia dalam bersosialisasi, kini hampir hilang karena platform media sosial telah menjembatani semua pihak. Dengan perkembangan teknologi yang semakin melejit saat ini, mengakibatkan terjadi percepatan penggunaan teknologi di semua sektor, terlebih ketika dunia baru-baru ini menghadapi wabah pandemi Covid-19. Dalam beribadah di era pandemi, gereja diperkenalkan dengan istilah ibadah virtual atau ibadah online, dimana kegiatan peribadatan gereja secara onsite diberhentikan atau dilarang karena adanya peraturan social distancing oleh pemerintah. Hal ini membuat para pendeta dan teolog mulai berpikir bahwa praktik ibadah virtual berjamaah yang terbentuk selama era pandemi covid-19 sangat memungkinkan akan menggantikan praktik ibadah onsite yang telah dilakukan di gereja selama ratusan tahun. Pada akhirnya beberapa pertanyaan muncul, Apakah fenomena ini akan disebut gereja virtual? Apakah gereja virtual Alkitabiah? Apakah gereja virtual akan menjadi gereja masa depan? Bagaimana cara membangun gereja virtual? Mampukah gereja virtual dilakukan tanpa kehilangan esensi dari gereja sejati? Gereja Virtual adalah desain gereja masa depan yang memungkinkan semua aktivitas rohani manusia seperti ibadah, komunitas sel, pelayanan doa, konseling, sakramen, penginjilan, dan sebagainya akan segera memasuki era baru, dimana peran manusia menjadi semakin tidak diperlukan dan digantikan oleh teknologi berbasis internet. Ini adalah awal dari era ketika gereja suatu hari kelak akan memiliki pendeta virtual yang lebih gesit dan cerdas. Ini adalah kemungkinan yang bisa terjadi. Bila fenomena gereja virtual menjadi kenyataan, maka tidak dipungkiri lagi bahwa akan terjadi pergeseran makna terhadap hakikat gereja yang sebenarnya, karena ada karakteristik gereja sejati yaitu ‘koinonia’ persekutuan yang hanya bisa dilakukan dalam perhimpunan onsite, dan tidak bisa diterapkan secara virtual. Yang penulis maksud dengan koinonia di sini, adalah sebuah relasi antar-anggota dengan rasa solidaritas yang tinggi, saling merangkul, menguatkan, membagi hidup, serta adanya hubungan persaudaraan. Implementasi pola kehidupan jemaat mula-mula dalam merupakan solusi bagi gereja dalam membangun gereja virtual agar tetap bertumbuh kearah kepenuhan Kristus. Karena cara hidup jemaat mula-mula yang dikisahkan dalam perikop tersebut telah menghasil-Pdt. Dr. Joshua M. Sinaga, Gereja Virtual diambil dari Internet diakses tanggal 30 September 2022 Ibid. EPIGRAPHE, Vol 6, No. 2 November 2022EPIGRAPHE, e-ISSN 2579-9932, p-ISSN 2614-7203 211 kan pertumbuhan gereja yang pesat pada masa itu, yang mana secara prinsip pola kehidupan rohani tersebut dapat diterapkan di segala masa, termasuk di masa kini. Pola hidup jemaat mula-mula yang dapat diterapkan oleh para pemimpin gereja masa kini dalam membangun Gereja Virtual, antara lain membangun dasar keimanan yang kokoh, menjalin relasi dalam keragaman, mempertahankan identitas kristiani, serta membangun hospitalitas antar sesama. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan pendekatan studi pustaka menggunakan sumber buku-buku dan literatur sebagai acuan untuk melakukan kajian biblis makna ekklesiologi yang sesungguhnya; menemukan praktik gereja virtual sesuai firman Tuhan; dan mencari pola kehidupan rohani yang Alkitabiah dalam membangun gereja virtual. Pembahasan Gereja Virtual Sebuah Kajian Eklesiologi Digital Digital Ecclesiology Menghadapi kemajuan teknologi yang terus berkembang dengan segala kecanggihannya mengakibatkan terjadi perubahan besar di segala sektor kehidupan manusia. Sektor gerejawi salah satu sektor yang terkena dampaknya, yaitu munculnya fenomena gereja virtual yang membuat praktek ritual keimanan orang Kristen pun mengalami perubahan dari biasanya. Penelitian ini akan memberi beberapa ulasan mengenai virtual dan gereja virtual. Secara umum, pengertian Virtual adalah sesuatu yang tak nyata maya dan dapat dimanipulasikan. Rekayasa yang dilakukan bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi dan menyederhanakan kinerja pengembangan teknologi sistem Joshua M. Sinaga dalam tulisannya mengatakan bahwa virtual dapat bermakna seperti atau seolah-olah secara nyata. Kata virtual bermakna maya atau seolah-olah nyata. Itu adalah keadaan simulasi dari bentuk nyata. Ada perbedaan mendasar dengan fatamorgana karena virtual bukan berarti palsu pada tataran output hasil. Teknologi virtual merupakan dinamika pasti dari dunia platform media sosial. Virtual adalah media yang dapat dirasakan dan dinikmati secara visual dan telah menyentuh hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat dewasa pengertian di atas, Sinaga kemudian melanjutkan dengan memberi definisi mengenai gereja virtual. Menurutnya, Gereja Virtual adalah gereja yang seolah-olah nyata, tetapi sesung-guhnya tidak. Di dalamnya ada persekutuan yang bersifat maya, walaupun output, tetap merupakan suatu fakta. Artinya, gereja virtual memungkinkan adanya kehidupan persekutuan tanpa harus lagi direpotkan dengan tempat atau virtual memungkinkan para pendeta melaksanakan fungsi pastoralia melalui kantornya. Pendeta tidak lagi harus mengendarai mobilnya dan menuju rumah jemaat untuk melakukan perkunjungan sebab ia dapat hadir secara “nyata†melalui hologram. Jemaat pun tidak lagi harus direpotkan setiap minggu pagi untuk berkumpul dalam ibadah raya minggu pagi di gedung gereja. Ia cukup menyediakan waktu untuk duduk tenang disalah satu ruangan rumahnya dan mendengarkan pendetanya berkhotbah secara virtual. Apa itu Virtual? Pengertian, Contoh dan Fungsinya, publish 11 April 2020, diakses 03 Oktober 2022. Pdt. Dr. Joshua M. Sinaga, Gereja Virtual diambil dari Internet diakses tanggal 30 September 2022. Ibid. Ibid. J. Lizardo Refleksi Kehidupan Gereja Perdana dalam Praktik Gereja Virtual EPIGRAPHE, e-ISSN 2579-9932, p-ISSN 2614-7203 212 Topik “eklesiologi†adalah topik yang menarik untuk dikaji karena merupakan doktrin penting dalam kekristenan. Istilah ekklesia sendiri pada awalnya merupakan suatu istilah umum yang digunakan dalam kehidupan manusia jauh sebelum gereja lahir. Salah satu contoh yaitu pada masa seorang ahli filsafat bernama Pythagoras,kata “ekklesia†á¼ÎºÎºÎ»Îσια memiliki arti yang berhubungan dengan kelompok kepercayaan, namun istilah ini sudah dikenal oleh masyarakat umum dari kalangan Yunani dan Romawi, untuk merujuk suatu pertemuan sah, atau disebut badan istilah eklesiologi diambil dari dua kata Yunani, yaitu ekklesia á¼ÎºÎºÎ»Îσια artinya gereja, dan logos λογος artinya perka-taan, pengetahuan atau logika, jadi dapat disimpulkan bahwa “eklesiologi†memiliki arti ilmu yang mempelajari atau membicarakan mengenai gereja. Dari pengertian inilah makna gereja berkembang yang awalnya bersifat umum, kemudian menjadi bersifat khusus dan akhirnya menunjuk kepada gereja. Dalam Alkitab Perjanjian Baru, kata gereja pada akhirnya menggunakan istilah ekklesia bahasa Gerika, yang oleh rasul Petrus dalam 1 Petrus 29, didefinisikan sebagai orang-orang yang dipanggil keluar dari kegelapan kepada terangNya ajaib untuk memberitakan perbuatan-perbuatanNya yang besar. Sejalan dengan perkataan Tuhan Yesus kepada Petrus dalam Matius 1618b “…Aku akan membangun JemaatKu ekklesia-Ku dan pintu gerbang alam maut NKJV The gates of hadesh tidak akan Beberapa istilah gereja yang digunakan antara lain ekklesia dalam bahasa Yunani berarti gereja yang merupakan perserikatan atau kumpulan, qahal dalam bahasa Ibrani berarti perkumpulan, ekkaleo kata kerja berarti dipanggil keluar untuk membawa Gereja digunakan untuk mencitrakan sifat-sifat dari gereja jemaat tersebut, yaitu gereja universal, gereja lokal, dan gereja sebagai sebuah perhimpunan/perkumpulan. Gereja Universal ialah semua orang percaya yang mempunyai relasi secara pribadi dengan Tuhan Yesus Kristus. Hal ini menggambarkan bahwa semua umat yang percaya yang mengakui Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat merupakan bagian dari gereja secara universal tersebut, dengan demikian tidak terdapat perbedaan di antara setiap anggota gereja sebab Kristus Yesus telah menyatukan seluruh orang-orang percaya tersebut. Gambaran dalam Alkitab mengenai gereja universal terdapat dalam 1 Korintus 1213-14 dengan penekanan bah-wa semua orang percaya adalah satu tubuh. Selanjutnya Gereja Lokal ialah perkumpulan/ him-punan orang-orang yang bertemu pada suatu tempat/lokasi secara khusus. Gereja lokal menjadi bagian gereja universal. Di dalam perjanjian baru, gereja lokal adalah jemaat-jemaat pada setiap kota atau tempat di zaman perjanjian baru. Bisa dilihat dari beberapa tulisan yang ditulis rasul Paulus dalam perjanjian baru merupakan tulisan atau surat kiriman yang ditujukan kepada beberapa jemaat lokal, misalnya jemaat yang berada di kota Roma, Korintus, Galatia, Efesus, Filipi, Kolose, Tesalonika, Berea, Tiatira, dll. Sedangkan Gereja sebagai sebuah perhimpunan/perkumpulan, memiliki arti bahwa gereja merupakan perhimpunan dari pribadi-pribadi untuk mencapai suatu tujuan, contoh dalam 1 Korintus 1118. lih. https/// diundu pada hari Minggu, 1 Nopember 2020, Pkl. WIB.. Dikutip dari buku karangan Demsy Jura, Pendidikan Sivilitas Kristen UKI Press, 2021, 14 Kalis Stevanus, “Mengimplementasikan Pelayanan Yesus dalam Konteks Misi Masa Kini Menurut Injil Sinoptikâ€, Fidei Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika, Vol. 1, No. 2, 2018, 285-286 EPIGRAPHE, Vol 6, No. 2 November 2022EPIGRAPHE, e-ISSN 2579-9932, p-ISSN 2614-7203 213 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penekanan utama ekklesia bukanlah tempat, gedung atau balai pertemuan melainkan kumpulan orang atau komunitas jemaat. Sehingga secara teologis, gereja dapat diartikan suatu kelompok atau komunitas orang percaya yang dipanggil dalam Yesus mendirikan sebuah gereja atau jemaat, orang percaya pergi memberitakan Injil dan memuridkan. Hal ini oleh kalangan orang Kristen sering menyebutnya sebagai Amanat Agung Matius 2818-20. Inilah yang membuat gereja mengalami perkembangan dari masa ke masa. Pola Kehidupan Jemaat Mula-Mula Kis. 242-47 Jemaat mula-mula di Yerusalem merupakan cikal bakal terbentuknya gereja pasca khotbah Petrus yang mempertobatkan ribuan petobat dari jumlah 120 orang percaya yang berkumpul di loteng Yerusalem, kemudian ditambah 3000 orang yang bertobat dalam khotbah pentakosta Petrus Kis. 241. Zaluchu menyatakan bahwa peristiwa turunnya roh Kudus di loteng Yerusalem menjadikan rasul-rasul sebagai orang-orang yang militan dan berani memberitakan ajaran Yesus Kristus dari Nazareth yang telah dihukum mati secara kontroversial tetapi pada hari yang ketiga bangkit dan kemudian naik ke Sorga. Peristiwa ini yang membuat Yerusalem gempar sehingga banyak orang yang bertobat menjadi percaya kepada Yesus. Pada waktu itu, Yerusalem justru sedang dipenuhi oleh orang dan penganut Yahudi yang datang dari berbagai wilayah Kekaisaran saat itu menjadi sebuah kelompok baru yang hadir dalam masyarakat dan kemudian menjadi sebuah kegerakan besar yang berkembang luas dan semakin disukai orang banyak. Lukas sebagai penulis Kisah Para Rasul memberi gambaran bahwa tiap-tiap hari banyak orang yang menjadi percaya dan bertobat sehingga jumlah mereka bertambah banyak. Inilah cikal bakal gereja di Yerusalem. Sejalan dengan pandangan Carson dan Douglas yang menyimpulkan bahwa kitab yang ditulis Lukas tersebut penuh dengan banyak peristiwa yang menandai lahirnya gereja sebagai hasil dari perbuatan Roh Kudus melalui pelayanan para Rasul di dalam menaati perintah memberitakan Injil dimulai dari Yerusalem, kemudian Yudea dan Samaria, hingga ke ujung narasi tentang kehidupan jemaat mula-mula di bagian awal Kisah Para Rasul menjadi pengantar dari seluruh makna dan isi kitab itu sendiri. Penjelasan Lukas diawali dengan turunnya Roh Kudus,dan mulai aktifnya kuasa di dalam pelayanan para rasul. Lukas bermaksud menjelaskan bahwa gereja lahir sebagai dampak khotbah Petrus yang dimaknai sebagai penginjilan mula-mula dan realitas kehadiran kuasa Roh Kudus di hari Pentakosta..Sejak itu, gereja mengalami pertumbuhan yang luar biasa hingga berita Injil sampai ke wilayah-wilayah bangsa-bangsa non-Yahudi yang didiami oleh orang-orang asing. Mereka ikut disela-Paul Enns, The Moody HandBook Of The Theology, BukuPegangan Teologi Malang Literatur SAAT, 2003, 432 Sonny Eli Zaluchu, Eksegesis Kisah Para Rasul 242-47 untuk Merumuskan Ciri Kehidupan Rohani Jemaat Mula-mula di Yerusalem, Jurnal Epigraphe Volume 2, Nomor 2, November 2018 , 72 Bruce Wilkinson and Kenneth Boa, Talk Thru the Bible, 1st ed. Malang Gandum Mas, 2017, 435. Carson and Douglas J. Moo, An Introduction to the New Testament, 1st ed. MalangGandum Mas, 2016, 323. Harls Evan R. Siahaan, Karakteristik Pentakostalisme Menurut Kisah Para Rasul, DUNAMIS Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani 2, no. 1 2017 12–28, journal/ diakses tanggal 22 Maret 2021 Yushak Soesilo, Pentakostalisme Dan Aksi Sosial Analisis Struktural Kisah Para Rasul 241-47, DUNAMIS Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani 2, no. 2 April 23, 2018 136, DOI diakses tanggal 22 Maret 2021 J. Lizardo Refleksi Kehidupan Gereja Perdana dalam Praktik Gereja Virtual EPIGRAPHE, e-ISSN 2579-9932, p-ISSN 2614-7203 214 matkan oleh kehadiran Paulus, yang bertobat dari seorang penganiaya pengikut Kristus dan sosok penghancur gereja, diubah menjadi pelaku utama lahirnya gereja dan perintisannya di luar Yerusalem, di Antiokhia dan melebar di seluruh kota-kota Asia menarik di sini adalah bagaimana Lukas memberi gambaran mengenai cara hidup jemaat mula-mula sebagai komunitas orang Kristen pertama di Yerusalem. Cara hidup inilah akhirnya menjadi sebuah pola dalam gerakan awal Kekristenan. Pola hidup jemaat mula-mula diuraikan dalam Kisah Para Rasul 242-47, sebagai berikut Pertama, Jemaat mula-mula memiliki rasa haus dan lapar akan Firman, sehingga mereka menundukkan diri dibawah kepemimpinan para rasul, dan secara konsisten hidup di dalam pengajaran rasuli. Yang dimaksud pengajaran rasul-rasul adalah pengajaran Tuhan Yesus yang telah mereka dengar dan terima selama hidup bersama-sama dengan Yesus. Dalam Kisah Para Rasul 222-36, pengajaran rasul-rasul berarti pemberitaan tentang kehidupan, kematian dan kebangkitan Yesus Kristus, serta makna keselamatan bagi manusia. Ini adalah dampak peker-jaan Roh Kudus yang telah mengubahkan hidup jemaat mula-mula, mereka tekun dan sung-guh-sungguh menempatkan diri di dalam pengajaran rasul-rasul untuk dimuridkan. Lukas menyebutnya dengan istilah Bertekun Dalam Pengajaran Rasul-Rasul. Kedua, Jemaat mula-mula secara konsisten hidup dalam Persekutuan atau koinonia, dengan prinsip kebersamaan, kesetaraan serta persamaan di dalam persekutuan yaitu hubungan yang tanpa sekat. Mereka adalah orang-orang percaya baru yang berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda tetapi dipersatukan oleh Kristus. Jadi, selain bertekun dalam pengajaran rasul, jemaat mula-mula juga bertekun dalam Persekutuan yaitu secara bersama-sama berkumpul menghadap hadirat Tuhan, beribadah, menyanyi dan berdoa bersama, serta melakukan pelayanan pengua-tan iman kepada orang yang lemah. Persekutuan telah membuat jemaat mula-mula saling melayani dan peduli serta saling menerima tanpa membeda-bedakan. Lukas menyebutnya dengan istilah Bertekun Dalam Persekutuan. Ketiga, Jemaat mula-mula selalu hidup bersatu dalam segala keadaan. Hal ini terjadi karena persekutuan di antara mereka telah menjadi kuat dan telah terbangun dengan baik sehingga membuat mereka menjadi satu kesatuan komunitas yang tidak terpisahkan. Lukas menyebutnya dengan istilah Hidup Bersatu. Keempat, Jemaat mula-mula memupuk sikap saling peduli di antara sesama anggota jemaat. Sikap ini telah membangkitkan rasa peduli yang tinggi hingga pada tingkat kebutuhan jasmani material. Mereka saling peduli soal kebutuhan fisik, bila ada yang kekurangan dan membutuhkan pertolongan, mereka mengadakannya secara bersama-sama melalui apa yang mereka miliki dan menganggap sebagai harta milik bersama. Lukas menyebutnya dengan istilah saling peduli. Kelima, Jemaat mula-mula secara konsisten tekun beribadah di Bait Allah. Pada masa itu, sebagian besar jemaat mula-mula adalah orang Yahudi, dan untuk melakukan ritual keagamaan seperti beribadah dan berdoa, mereka hanya melakukannya di dalam Bait Allah. Setiap hari mereka tekun datang ke Bait Allah untuk berdoa dan beribadah. Dan setiap kali mereka selesai berdoa mereka selalu menerima hasil doa, bahkan seringkali Allah langsung bergerak menyatakan kuasaNya saat mereka sedang berdoa Kis. 424-31; 121-19. Dimulai dari 120 orang yang berdoa dan jemaat berkembang pesat karena peran doa. Inilah yang membuat jemaat mula-mula berkembang pesat. Keenam, Jemaat mula-mula mengadakan Eckhard J. Schnabel, Paulus Sang Misionaris - Perjalanan, Strategi Dan Metode Misi Rasul Paulus, 1st ed. Yogyakarta Andi Offset, 2010, 29–33 EPIGRAPHE, Vol 6, No. 2 November 2022EPIGRAPHE, e-ISSN 2579-9932, p-ISSN 2614-7203 215 pertemuan dari rumah ke rumah secara bergiliran dan mereka memecahkan roti pada setiap pertemuan tersebut. Roti merupakan makanan utama masyarakat Yahudi waktu itu. Memecahkan roti dalam bahasa Yunani adalah klasei tou artou, yang artinya makan memecahkan roti di sini mengandung pengertian yaitu makan bersama. Mereka melakukan semua kegiatan itu dengan gembira dan tulus hati tanpa ada motivasi apapun. Lukas dengan sangat baik menggambarkan suasana gereja mula-mula, penuh sukacita dan kemurnian hati. Ketujuh, jemaat mula-mula senang memuji Tuhan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kegiatan persekutuan, berbagi kepada sesama dan memecahkan roti bersama, dilakukan jemaat Kristen mula-mula dengan motivasi untuk memuji dan memuliakan Tuhan. Hal yang luar biasa ada-lah pada bagian akhir Kisah Para Rasul 247, dimana jemaat mula-mula disukai orang banyak. Kehidupan rohani jemaat mula-mula memberi dampak positif dan disambut baik oleh penduduk Yerusalem yang saat itu mayoritas menganut agama Yahudi. Dengan demikian, secara otomatis gereja mula-mula semakin bertambah secara kuantitas dengan orang-orang percaya baru dan berkembang semakin pesat. Dengan memperhatikan pola kehidupan di atas, dapatlah dikatakan bahwa jemaat mula-mula memiliki relasi koinonia persekutuan yang kuat antar sesama anggota. Tidaklah mengherankan bila jemaat mula-mula merupakan prototipe gereja, serta menjadi patron aktual bagi gereja masa Relasi antar-Anggota dengan Pola Hidup Jemaat Perdana melalui Gereja Virtual Gereja Virtual menjadi populer di era pandemi covid-19, dimana kegiatan gereja dan pelayanan yang terkait harus dinonaktifkan oleh karena alasan merebaknya pandemi Covid-19. Wabah yang mempengaruhi segala sektor termasuk sosial memaksa harus menghentikan segala bentuk pertemuan yang melibatkan orang banyak dalam jumlah besar dalam satu tempat. Ini adalah protokol kesehatan terkait ekses pandemi Covid-19, yang dikenal dengan sebutan social distancing. Akibatnya, gereja pun seolah berhenti beribadah. Sekalipun pada awalnya terda-pat kontradiksi dan dinamika pro-kontra terkait dengan larangan beribadah di gereja-gereja, namun lambat laun semua pihak pun menyadari esensi dari protokol tersebut. Gereja mulai mengubah pola ibadahnya, antara lain memindahkan ibadah bersama di gereja menjadi ibadah di rumah dengan menggunakan teknologi media live streaming. Susanto Dwiraharjo menyebutnya dengan istilah gereja digital. Sedangkan Joshua M. Sinaga menyebutnya sebagai gereja virtual. Gereja virtual melakukan kegiatan virtual dengan menggunakan platform teknologi internet, antara lain ibadah virtual, komunitas sel virtual, doa virtual, konseling virtual, dan sebagainya. Sedangkan bentuk-bentuk pelayanan gereja virtual bisa kita temukan dengan mudahnya seperti ibadah online atau ibadah life streaming, doa online melalui aplikasi zoom atau google meet, konseling online melalui aplikasi Whatsapp, serta berbagai seminar online yang telah menjadi trend masa kini. Tidak ada pilihan lain, ibadah Daniel Sutoyo, Suatu Eksegesis Kisah Para Rasul-Seri I Surakarta STT Intheos, 2010, 54 Daniel Sutoyo, Gaya Hidup Gereja Mula-Mula Yang Disukai Dalam Kisah Para Rasul 242-47 Bagi Gereja Masa Kini Jurnal Antusias, 2014. Dwiraharjo, Susanto. “Konstruksi Teologis Gereja Digital Sebuah Refleksi Biblis Ibadah Online Di Masa Pandemi EPIGRAPHE Jurnal Teologi dan Pelayanan Kristiani 4, no. 1 May, 2020, Accessed July 25 Pdt. Dr. Joshua M. Sinaga, Gereja Virtual diambil dari Internet diakses tanggal 15 Desember, 2020. J. Lizardo Refleksi Kehidupan Gereja Perdana dalam Praktik Gereja Virtual EPIGRAPHE, e-ISSN 2579-9932, p-ISSN 2614-7203 216 online merupakan salah satu bentuk ibadah yang memungkinkan pada era pandemi Covid-19 sebagai solusi bagi penerapan social distancing dan physical distancing. Oleh karenanya, Dominggus menyatakan bahwa ibadah online memiliki fungsi dan tujuan yang sama seperti ibadah onsite, yaitu sebagai sarana bagi manusia untuk bersekutu dan berkomunikasi dengan menulis bahwa ibadah online bukanlah merupakan pilihan melainkan dipahami bahwa ibadah Kristen bukanlah ibadah kaku yang tidak bisa disesuaikan dengan keadaan, karena ibadah Kristen berpusat pada umat-Nya datang kepada Allah sebagai tanggapan atas keselamatan, proklamasi Injil, dan ketaatan akan firman Allah. Oleh karena itu, melihat pembahasan mengenai definisi-definisi gereja di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa kebaktian Kristen yang diadakan secara online merupakan ibadah yang tidak menyalahi kaidah firman Tuhan, karena ibadah virtual tidak menunjuk pada bangunan fisik atau tempat gedung yang disucikan atau denominasi, melainkan kumpulan orang-orang percaya yang dipanggil keluar untuk mengerjakan keputusan Allah atas dunia 1Pet. 25-9. Fenomena ini membuat para pendeta dan teolog mulai berpikir bahwa praktik ibadah virtual berjamaah yang terbentuk selama era pandemi covid-19 sangat memungkinkan akan menggantikan praktik ibadah onsite yang telah dilakukan di gereja selama ratusan tahun. Pada akhirnya beberapa pertanyaan muncul, Apakah fenomena ini akan disebut gereja virtual? Pertanyaan selanjutnya adalah apakah gereja virtual akan menjadi gereja masa depan? Bagaimana cara membangun gereja virtual? Berdasarkan definisi gereja virtual di atas, mampukah gereja virtual dilakukan tanpa kehilangan esensi dari gereja sejati? Dalam sorotan penulis mengenai gereja virtual, ada karakteristik khusus gereja sejati, yaitu ‘koinonia’ persekutuan, yang seharusnya ada dan mutlak, namun tidak bisa dilaksanakan secara online atau virtual. Koinonia dalam Kamus Theologia, diambil dari kata Yunani berarti menurut John Reumann, akar kata koinonia adalah koinon, yang berarti “bersama†common.Reumann melanjutkan, koinonia adalah kata benda yang umum-nya diartikan sebagai persekutuan, namun tidak hanya sekedar persekutuan, melainkan juga ada arti partisipasi, dan bahkan asosiasi. Koinonia gereja mengandung nilai demikian dapatlah dikatakan bahwa karakteristik koinonia itu dapat dimaknai sebagai sebuah relasi antar-anggota dengan rasa solidaritas yang tinggi, saling merangkul, menguat-kan, membagi hidup, serta adanya hubungan persaudaraan. Dalam Perjanjian Baru, istilah koinônia dimaknai dalam beberapa hal, antara lain berbagi dalam penderitaan Kristus Fil 310, membantu orang yang membutuhkan Rm 1525-26, keikutsertaan dalam Ekaristi 1Kor Dicky Dominggus, Efektivitas Pelaksanaan Ibadah Daring Ditinjau dari Roma 121-2, SANCTUM DOMINE, 2020. Akses 02 Okt 2022. Dwiraharjo, Susanto. “Konstruksi Teologis Gereja Digital Sebuah Refleksi Biblis Ibadah Online Di Masa Pandemi EPIGRAPHE Jurnal Teologi dan Pelayanan Kristiani 4, no. 1 May, 2020, Accessed July 25, 2020. R. Soedarmo, Kamus Istilah Theologia, Jakarta BPK Gunung Mulia, 2003, John Reumann, “Koinonia in Scripture Survey of Biblical Text,†in On the Way to Fuller Koinonia Official Report of the Fifth World Conference on Faith and Order, ed. Thomas F. Best and Gunther Gassmann Geneva WCC Publication, 1994, 38. Dikutip dari Bayu Kaesarea Ginting, Koinonia Respon Gereja atas Krisis Ekologi, Dunamis Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol. 7, No. 1, Oktober 2022. Ibid. Bayu Kaesarea Ginting, Koinonia Respon Gereja atas Krisis Ekologi, Dunamis Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol. 7, No. 1, Oktober 2022 EPIGRAPHE, Vol 6, No. 2 November 2022EPIGRAPHE, e-ISSN 2579-9932, p-ISSN 2614-7203 217 1016, persekutuan yang dihasilkan oleh Roh Kudus 2Kor 1313, dan juga untuk menyebut orang-orang beriman yang ikut serta dalam kehidupan Allah 2Ptr 13-4. Dari penjelasan-penjelasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa koinonia persekutuan merupakan perhimpunan atau persekutuan orang-orang percaya dengan Tuhan dan sesama, dengan berlandaskan kasih Allah, persaudaraan, solidaritas, dan saling berbelarasa. Inilah yang saya maksud dengan mengatakan bahwa ibadah online belum mampu melaksanakan fungsi dan peran koinonia persekutuan secara virtual, karena persekutuan virtual itu bersifat maya, sehingga belum mampu memenuhi kebutuhan sentuhan kemanusiaan. Maksudnya, kebutuhan sentuhan kemanusiaan tidak dapat dihilangkan begitu saja. Umat atau jemaat terlebih yang sedang dalam masalah dan penderitaan membutuhkan sapaan dan sentuhan kemanusiaan dari pemimpin dan sesama umat lainnya, yaitu hadir di antara mereka dalam lawatan disertai doa dan kata-kata verbal yang menguatkan. Perhimpunan secara langsung yaitu pertemuan fisik masih diperlukan bahkan merupakan kebutuhan manusia di era dunia digital ini. Kehausan manusia akan perhatian dan kasih sayang tidak bisa digantikan oleh kemajuan teknologi, karena cinta kasih itu bernilai kekekalan. Daniel Ronda dalam tulisannya menyatakan bahwa perkembangan teknologi dapat menyebabkan manusia hidup dalam “relasi dalam ketersendirianâ€. Artinya manusia berelasi dan berinteraksi dengan orang lain melalui media digital, tetapi hidup dalam karenanya untuk membangun gereja virtual yang alkitabiah, dibutuhkan sebuah pola kehidupan rohani sebagai fondasi yang kokoh dalam menjalankan ritual keimanan. Makarawung mengakui gereja-gereja dewasa ini memiliki masalah dengan pola hidup jemaat-nya. Dalam pengamatannya, eksistensi gereja yang berkembang dewasa ini memiliki pola pattern yang berbeda dengan tipikal jemaat mula-mula dalam kisah para rasul. Oleh sebab itu penting untuk melakukan review atas kehidupan kekristenan yang semakin agamawi dan perlu dibawa kembali ke gaya hidup waktu kekristenan itu muncul pertama kali di dimaksud Makarawung di sini adalah jemaat mula-mula. Pola kehidupan gereja mula-mula di Yerusalem telah menjadi sebuah pola gerakan Kristen mula-mula, yang juga telah memberikan ciri dasar bagi kehidupan gereja hingga dewasa ini. Hal inilah yang membuat penulis mengambil pola hidup jemaat mula-mula sebagai patron dalam membangun koinonia gereja virtual. Ada beberapa pola kehidupan jemaat mula-mula dalam Kisah Para Rasul 242-47 yang dapat menjadi model atau pola kehidupan rohani dan sosial dalam membangun Gereja Virtual masa kini, yaitu Membangun Dasar Keimanan Yang Kokoh Firman Tuhan merupakan dasar bagi orang Kristen memiliki iman yang kokoh. Salah satu-nya adalah tekun dan berakar dalam pengajaran Firman Tuhan, seperti yang dilakukan jemaat mula-mula, mereka menundukkan diri dan mengikuti secara konsisten semua firman yang diajarkan rasul-rasul di Yerusalem. Yang dimaksud pengajaran rasul-rasul adalah pengajaran Tuhan Yesus yang telah mereka dengar dan terima selama hidup bersama-sama dengan Yesus. Dalam Kisah Para Rasul 222-36, pengajaran rasul-rasul berarti pemberitaan tentang kehidupan, kematian dan kebangkitan Yesus Kristus, serta makna keselamatan bagi manusia. Daniel Ronda, “Kepemimpinan Kristen Di Era Disrupsi Teknologiâ€, Evangelikal Jurnal Teologi Injili dan Pembinaan Warga Jemaat Volume 3, Nomor 1, Januari 2019. Ellya Duta Makarawung, Sangkar Emas Agama Jakarta Spirit Grafindo, 2017, 30–31. J. Lizardo Refleksi Kehidupan Gereja Perdana dalam Praktik Gereja Virtual EPIGRAPHE, e-ISSN 2579-9932, p-ISSN 2614-7203 218 Gereja Kristen mula-mula menjadi orang percaya yang berakar di dalam firman karena mereka mau dimuridkan dan diajar dengan kebenaran memiliki teachable spirit. Belajar dan mendalami firman Tuhan adalah salah satu karakteristik kehidupan rohani yang sehat. Perka-taan Yesus dalam Matius 44, "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah". Calhoun juga dengan tegas menyatakan bahwa dengan tekun belajar Firman Tuhan, maka kehidupan rohani orang percaya akan bertumbuh, diperlengkapi dan mereka akan mengetahui kedalaman hidup di dalam hubungan terhadap Allah dan Riggs menambahkan, bahwa saat orang percaya bertumbuh dan berakar di dalam firman, maka akan terbentuk suatu fondasi berupa doktrin doktrin dasar alkitabiah yang kokoh dalam kehidupan mereka. Sebab firman Tuhan berkuasa memberikan petunjuk dan koreksi atas hidup setiap orang. Tidaklah mengherankan, bila jemaat mula-mula menga-lami pertumbuhan iman secara luar biasa melalui pendalaman firman. Setiap hari mereka menerima makanan rohani yang segar langsung dari tangan para rasul. Menjalin Relasi Dalam Keragaman Relasi persekutuan koinonia dengan saudara-saudara seiman merupakan sebuah kebutuhan yang penting bagi semua orang percaya. Tuhan memberikan komunitas saudara-saudara seiman di sekitar kita bukanlah tanpa maksud. Justru persekutuan dengan saudara seiman sering dipakai Tuhan sebagai wadah komunitas untuk saling menguatkan yang lemah, saling menghibur yang sedih, saling mengingatkan yang lupa, saling menegur yang salah, dan sebagainya. Inilah praktik koinonia seperti yang dilakukan jemaat mula-mula dalam Kisah Para Rasul 2. Secara umum ada beberapa kendala yang biasanya menghalangi suatu persekutuan, yakni perbedaan strata sosial, status ekonomi, warna kulit, asal usul serta berbagai latar belakang lainnya. Semua hal tersebut berpotensi menciptakan kelompok-kelompok di dalam persekutuan yang menghambat terjadinya peleburan di antara sesama anggota jemaat. Menurut Morley, bahwa persekutuan adalah semua aspek yang didalamnya terdapat persaha-batan, kemitraan, perasaan senasib, hubungan yang saling membangun dan menguatkan, persaudaraan serta tinggal dan menurut Strong, persekutuan sebagai partnership, communion dan yang terbentuk di gereja mula-mula menunjukkan adanya keragaman, di mana mereka saling menerima satu sama lain apa adanya, sebagai sesama anggota tubuh Kristus. Hal ini sesuai dengan apa yang dituliskan oleh Deborah Van Hunsinger, bahwa Yerusalem pada saat itu merupakan pusat spiritual bagi orang Yahudi dari berbagai asul usul, baik yang berbahasa Yahudi maupun Yunani, bahkan diseluruh jajahan Romawi. Tetapi Kristus, yang membentuk dasar dari persekutuan ini, itulah alasan mengapa Koinonia begitu kuat dipraktikkan di antara koinonia jemaat mula-mula, memberi contoh kepada sesama orang percaya untuk saling menerima satu dengan yang lainnya berdasarkan kasih Kristus. Orang percaya Adele Ahlberg Calhoun, Spiritual Disciplines Handbook - Practices That Transform Us Downers Grove, Illionis IVP Press, 2005, 165. Charlie Riggs, Belajar Berjalan Dengan Allah - 12 Langkah Pertumbuhan Iman Kristen, 4th ed. Jakarta Persekutuan Pembaca Alkitab, 2009, 84–85. Patrick Morley, A Guide to Spiritual Disciplines Malang Gandum Mas, 2009, 100. James Strong, Strong's Exhaustive Concordance of the Bible Iowa Falls World Bible Publishers, 1986. Deborah Van Hunsinger, Practicing KoinÅnia Theology Today 66, no. 3 2009346-367 diambil dari diakses tanggal 22 Maret 2021 EPIGRAPHE, Vol 6, No. 2 November 2022EPIGRAPHE, e-ISSN 2579-9932, p-ISSN 2614-7203 219 diajar hidup dengan sikap dan perilaku bersatu dan bersehati di dalam perbedaan, membangun komunikasi yang sehat serta saling terlibat di dalam kehidupan satu sama lain, dengan demikian persekutuan itu menjadi kuat dengan sendirinya. Mempertahankan Identitas Kristiani Identitas Kristiani berkaitan ciri orang Kristen dalam menjalankan ritual keimanan. Salah satunya adalah Doa dan Pujian kepada Tuhan. Bertekun di dalam doa dan pujian kepada Tuhan dengan tidak jemu-jemu adalah salah satu gaya hidup rohani orang percaya yang harus dibangun setiap hari. Doa dan Pujian kepada Tuhan membuat umat-Nya sadar akan keberadaan Tuhan dan ketergantungan kepadaNya. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan Morley, bahwa doa merupakan kesempatan untuk bersekutu dengan Bapa di Surgawi. Inilah salah satu alasan utama mengapa orang percaya harus selalu berdoa disertai pujian kepada Tuhan. Yesus juga adalah seorang pendoa, dan Yesus memerintahkan murid-murid-Nya untuk berdoa secara konsisten Mat. 6. Menurut Whitney, doa menciptakan semacam jalur hubungan dengan Tuhan di mana orang percaya dapat berbicara dan berkomunikasi dengan Tuhan adanya doa dan pujian yang terus-menerus dipanjatkan kepada Tuhan, maka manusia yang lemah akan mendapatkan kekuatan pada tempat dimana dia tidak mampu melakukannya. Sebuah riset yang dilakukan oleh Vasiliauskas dan McMinn, menghasilkan adanya keterkaitan antara kekuatan mengampuni melalui intervensi kata lain, gaya hidup doa dan pujian kepada Allah yang dimiliki jemaat mula-mula telah memberi kontribusi kepada kehidupan persekutuan yang harmonis dan penuh kasih di lingkup jemaat mula-mula. Setiap kali mereka selesai berdoa disertai pujian kepada Tuhan membuat Tuhan segera bergerak untuk menyatakan kuasa-Nya Kis. 424-31; 121-19. Inilah yang membuat jemaat mula-mula berkembang pesat. Membangun Hospitalitas antar-Sesama Pada umumnya, istilah hospitalitas dipahami sebagai sikap yang ramah, atau bermurah hati terhadap orang lain asing.Joas Adiprasetya menyebutkan, hospitalitas sebagai sikap yang “mengasihi orang asing sebagai sahabat,†atau “menyahabati orang harus diparaktekkan dalam gereja dan menjadi gaya hidup orang percaya, melalui sikap peduli di antara sesama warga gereja. Saling peduli mengandung unsur saling mencukupkan yang kekurangan berbagi dan rela berkorban. Inilah yang disebut saling menopang secara rohani dan jasmani. Jemaat mula-mula telah memberikan teladan saling peduli soal kebutuhan fisik, bila ada yang kekurangan dan membutuhkan pertolongan, mereka mengadakannya secara bersama-sama melalui apa yang mereka miliki dan menganggap sebagai harta milik bersama. Patrick Morley, A Guide to Spiritual Disciplines Malang Gandum Mas, 2009, Donald S. Whitney, Disiplin Rohani - 10 Pilar Penopang Kehidupan Kristen, 7th ed. Bandung Lembaga Literatur Baptis, 2007, 72. Sarah L. Vasiliauskas and Mark R. McMinn, The Effects of a Prayer Intervention on the Process of Forgiveness, Psychology of Religion and Spirituality 5, no. 1 2013 23–32. DOI Johannis Siahaya dan Harls Evan R. Siahaan, “Menggagas Hospitalitas Pentakostal Membaca Ulang Kisah Para Rasul 244-47 di Masa Pandemiâ€, DUNAMIS Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani 5 No. 2 2021, Joas Adiprasetya, “Hospitalitas Wajah Sosial Gereja Masa Kini,†Situs Komunitas Jemaat GKI Pondok Indah, last modified 2013, accessed November 8, 2022, J. Lizardo Refleksi Kehidupan Gereja Perdana dalam Praktik Gereja Virtual EPIGRAPHE, e-ISSN 2579-9932, p-ISSN 2614-7203 220 Menurut Whitney, perilaku gemar menolong dan menjadi bagian dari kebutuhan orang lain tersebut, merupakan karakteristik dari seorang yang sudah lahir baru di dalam Kristus. Peduli kepada sesama serta kebutuhan sesamanya merupakan salah satu cara mereka untuk merefleksikan diri sebagai pengikut Yesus. Sebab selama berada di bumi, Yesus menampilkan diri-Nya sebagai sosok yang memenuhi kebutuhan manusia, baik jasmani maupun rohani. KESIMPULAN Penekanan utama ekklesia bukanlah tempat, gedung atau balai pertemuan, melainkan kumpu-lan orang atau komunitas jemaat, sehingga secara teologis, gereja dapat diartikan suatu kelompok atau komunitas orang percaya yang dipanggil dalam Yesus Kristus. Dengan demikian, ibadah Kristen bukanlah ibadah kaku, yang tidak bisa disesuaikan dengan keadaan, karena ibadah Kristen berpusat pada umat-Nya datang kepada Allah sebagai tanggapan atas keselamatan, proklamasi Injil, dan ketaatan akan firman Allah. Oleh karena itu, dapatlah dikatakan bahwa kebaktian Kristen yang diadakan secara online tidak menyalahi kaidah firman Tuhan, karena di dalam ibadah virtual terdapat kumpulan orang-orang percaya yang dipanggil keluar untuk mengerjakan keputusan Allah atas dunia 1Pet. 25-9. Dalam penerapan gereja virtual, ada tantangan yang dihadapi dan membutuhkan solusi, yaitu gereja virtual belum mampu melaksanakan fungsi dan peran koinonia persekutuan secara online, persekutuan virtual itu bersifat maya, sehingga belum mampu memenuhi kebutuhan sentuhan kemanu-siaan. Peran dan fungsi koinonia persekutuan sebagai sebuah relasi antar-anggota yang berlandaskan solidaritas, hubungan persaudaraan, persahabatan yang saling merangkul, menguatkan, membagi hidup, hanya akan efektif dilakukan dalam pertemuan onsite. Jemaat mula-mula merupakan prototipe gereja, dan menjadi patron aktual bagi gereja masa kini. REFERENSI Adiprasetya, Joas, “Hospitalitas Wajah Sosial Gereja Masa Kini,†Situs Komunitas Jemaat GKI Pondok Indah, last modified 2013, Calhoun, Adele Ahlberg, “Spiritual Disciplines Handbook - Practices That Transform Us†Downers Grove, Illionis IVP Press, 2005 Carson, and Douglas J. Moo, “An Introduction to the New Testamentâ€, 1st ed. Malang Gandum Mas, 2016. Dominggus, Dicky, “Efektivitas Pelaksanaan Ibadah Daring Ditinjau dari Roma 121-2â€, SANCTUM DOMINE, 2020. Dwiraharjo, Susanto. “Konstruksi Teologis Gereja Digital Sebuah Refleksi Biblis Ibadah Online Di Masa Pandemi EPIGRAPHE Jurnal Teologi dan Pelayanan Kristiani 4, May, 2020. Enns, Paul, “The Moody HandBook Of The Theology, BukuPegangan Teologi†Malang Literatur SAAT, 2003. Ginting, Bayu Kaesarea, “Koinonia Respon Gereja atas Krisis Ekologiâ€, Dunamis Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol. 7, No. 1, Oktober 2022 Hunsinger, Deborah Van, “Practicing KoinÅnia†Theology Today 66, no. 3 2009 Donald S. Whitney, Spiritual Check Up - 10 Pertanyaan Untuk Memeriksa Kesehatan Rohani Anda Yogyakarta Yayasan Gloria, 2011, 80. EPIGRAPHE, Vol 6, No. 2 November 2022EPIGRAPHE, e-ISSN 2579-9932, p-ISSN 2614-7203 221 Jura, Demsy, “Pendidikan Sivilitas Kristen†Jakarta UKI Press, 2021 Kalis, Stevanus, “Mengimplementasikan Pelayanan Yesus dalam Konteks Misi Masa Kini Menurut Injil Sinoptikâ€, Fidei Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika, Vol. 1, No. 2, 2018 Makarawung, Ellya Duta, “Sangkar Emas Agama†Jakarta Spirit Grafindo, 2017 Morley, Patrick, “A Guide to Spiritual Disciplines†Malang Gandum Mas, 2009 Reumann, John, “Koinonia in Scripture Survey of Biblical Text,†in On the Way to Fuller Koinonia Official Report of the Fifth World Conference on Faith and Order, ed. Thomas F. Best and Gunther Gassmann Geneva WCC Publication, 1994, 38. Dikutip dari Bayu Kaesarea Ginting, “Koinonia Respon Gereja atas Krisis Ekologiâ€, Dunamis Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol. 7, No. 1, Oktober 2022 Riggs, Charlie, “Belajar Berjalan Dengan Allah - 12 Langkah Pertumbuhan Iman Kristenâ€, 4th ed. Jakarta Persekutuan Pembaca Alkitab, 2009 Schnabel, Eckhard J., “Paulus Sang Misionaris - Perjalanan, Strategi Dan Metode Misi Rasul Paulusâ€, 1st ed. Yogyakarta Andi Offset, 2010 Siahaan, Harls Evan R., “Karakteristik Pentakostalisme Menurut Kisah Para Rasulâ€, DUNAMIS Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani 2, no. 1 2017 Siahaya, Johannis dan Harls Evan R. Siahaan, “Menggagas Hospitalitas Pentakostal Membaca Ulang Kisah Para Rasul 244-47 di Masa Pandemiâ€, DUNAMIS Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani 5 No. 2 2021 Sinaga, Joshua M., “Gereja Virtualâ€, Soedarmo, R., “Kamus Istilah Theologiaâ€, Jakarta BPK Gunung Mulia, 2003, Soesilo, Yushak, “Pentakostalisme Dan Aksi Sosial Analisis Struktural Kisah Para Rasul 241-47â€, DUNAMIS Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani 2, no. 2 April 23, 2018. Strong, James, “Strong's Exhaustive Concordance of the Bible†Iowa Falls World Bible Publishers, 1986. Sutoyo, Daniel, “Gaya Hidup Gereja Mula-Mula Yang Disukai Dalam Kisah Para Rasul 242-47 Bagi Gereja Masa Kini†Jurnal Antusias, 2014 Sutoyo, Daniel, “ Suatu Eksegesis Kisah Para Rasul-Seri I†Surakarta STT Intheos, 2010 Vasiliauskas, Sarah L. and Mark R. McMinn, “The Effects of a Prayer Intervention on the Process of Forgivenessâ€, Psychology of Religion and Spirituality 5, no. 1 2013 “Apa itu Virtual? Pengertian, Contoh dan Fungsinyaâ€, publish 11 April 2020. Whitney, Donald S., “Disiplin Rohani - 10 Pilar Penopang Kehidupan Kristenâ€, 7th ed. Bandung Lembaga Literatur Baptis, 2007 Whitney, Donald S., “Spiritual Check Up - 10 Pertanyaan Untuk Memeriksa Kesehatan Rohani Anda†Yogyakarta Yayasan Gloria, 2011 Wilkinson, Bruce and Kenneth Boa, “Talk Thru the Bibleâ€, 1st ed. Malang Gandum Mas, 2017 Zaluchu, Sonny Eli, “Eksegesis Kisah Para Rasul 242-47 untuk Merumuskan Ciri Kehidupan Rohani Jemaat Mula-mula di Yerusalemâ€, Jurnal Epigraphe Volume 2, Nomor 2, November 2018 ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Covid-19 pandemic demands serious handling and response, not only at the level of regulation which resulted in a policy of breaking the chain of spreading the deadly virus in the social order, but also stimulating the church's attitude in alleviating the suffering of the people affected. This article is a study of Pentecostal reflective on the text of Acts 244-47, which was aimed to produce a theological attitude about caring for others in order to alleviate the suffering of the people, to the wider community outside the church, who are affected by the pandemic. This research was conducted by a qualitative approach with descriptive, analysis-interpretative, and comparative-argumentation methods, to gain new understanding of the text being studied. In conclusion, the rereading of Acts 247 proposed the hospitality of the Pentascostals, which not only show Christian kindness, but also a liturgical praxis. Abstrak. Peristiwa pandemi Covid-19 menuntut penanganan dan respons yang serius, bukan hanya pada tataran regulasi yang membuahkan kebijakan memutus mata rantai penyebaran virus mematikan tersebut pada tatanan sosial, namun juga menstimulasi sikap gereja dalam meringankan penderitaan umat yang terdampak. Artikel ini merupakan sebuah kajian reflektif kaum Pentakostal atas teks Kisah Para Rasul 244-47, yang bertujuan untuk menghasilkan sikap teologis tentang kepedulian terhadap sesama dalam rangka meringankan penderitaan umat, hingga masyarakat luas di luar gereja, yang terdampak pandemi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif, analisis-interpretatif, serta argumentasi-komparatif, untuk mendapatkan pemahaman baru dari teks yang dikaji. Kesimpulannya, pembacaan ulang Kisah Para Rasul 244-47 menggagas sikap hospitalitas kaum Pentaskostal, yang bukan hanya sekadar menunjukkan kebaikan Kristen, namun juga tindakan Kaesarea GintingThe research aimed to find alternative resource of inspiration and motivation for the churches to respond the ecological crisis through the concept of koinonia on two documents of church DKG–PGI 2019–2024 and Encyclical Laudato Si’. The research used literature study approach. The research result showed that DKG–PGI 2019–2024 and Encyclical Laudato Si’–as the document of the church–could be used as church’s response in reality of ecological crisis through the concept of koinonia which has the values of solidarity, liberative, and sacramentalism in it. The concept of koinonia emerged in and through the reflection of faith on the Trinity that internalized through historicity, experience, and life internalisation, both as personal and church community. Abstrak. Penelitian ini bertujuan menemukan sumber alternatif inspirasi dan motivasi bagi upaya gereja untuk merespons krisis ekologi melalui gagasan koinonia pada dokumen DKG–PGI 2019–2024 dan Ensiklik Laudato Si’. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan studi literatur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dokumen DKG–PGI 2019–2024 dan Ensiklik Laudato Si’ bisa menjadi respons gereja dalam perbincangan mengenai krisis ekologi, melalui gagasan koinonia yang bersifat solider, liberasi, dan sakramental yang dimiliki kedua dokumen tersebut. Gagasan koinonia seperti ini muncul dalam dan melalui refleksi iman akan Allah Trinitas yang dihayati melalui historisitas, pengalaman, dan penghayatan hidup, baik secara pribadi maupun sebagai komunitas DwiraharjoThe internet has in fact become one with today's life. Not only has his presence changed many things in the fabric of social life, but it has also changed religious behavior. The worship behavior that has been limited by time and space, and that has become a standard for one's faith, is no longer the case. Not only related to the space and time of worship, even more than that the liturgy of the church that has been sacred has also changed. The output of writing this article is to find a formulation of the digital church. This study applies a qualitative method with phenomenological analysis. With this method, the scattered data can then be constructed in a more meaningful and easily understood theme. This research was conducted through 4 processes, namely first describing facts based on data, second conducting an analysis of the facts found, third conducting a study of the topic from the standpoint of Christianity, and fourth finding its relevance in digital worship pada faktanya telah menyatu dengan kehidupan masa kini. Keha-dirannya tidak saja telah mengubah banyak hal dalam tatanan kehidupan sosial, tetapi juga telah mengubah perilaku keagamaan. Perilaku ibadah yang selama ini terbatasi oleh ruang dan waktu, dan itu telah dijadikan standar baku keimanan seseorang, sekarang tidak lagi demikian. Bukan saja terkait dengan ruang serta waktu peribadatan, bahkan lebih dari itu liturgi gereja yang selama ini disakralkan pun juga ikut berubah. Luaran dari penulisan artikel ini adalah untuk menemukan sebuah formulasi ten-tang gereja digital. Penelitian ini menerapkan metode kualtatif dengan analisis fenomenologi. Dengan metode ini akan dapat ditemukan data-data yang terserak selanjutnya dikonstruksikan dalam satu tema yang lebih bermakna dan mudah dipahami. Penelitian ini dilakukan melalui 4 proses, yaitu pertama mendiskripsikan fakta berdasarkan data, kedua me-lakukan analisis terhadap fakta yang ditemukan, ketiga melakukan kajian terhadap topik dari sudut pandang ajaran Kekristeenan, dan keempat me-nemukan relevansinya pada pola peribadatan secara digital. Harls Evan R. SiahaanPentecostalism is often to be concerned with Holy Spirit baptism, Spiritual gifts or speaking in tongue. Basically, Pentecostalism is about to dynamize Christian life’s character. This article is aiming to refer the nature of Pentecostalism according to The Acts, that it is not only about speaking in tongue and other Spiritual gifts, but the characteristic. This article is a research that using text analyzis of The Book of Acts about the true charateristic of Pentecostalism. The conclusion of this biblical research is, pentecostalist characteristic is about building dynamic person who has such characters continued steadfastly in fellowship and learning Bible, social care, enthusiastic, having favor with all the people, dare to witness, ministering with power and having intelegent ability. Abstrak Fenomena Pentakosta sering hanya dikaitkan dengan persoalan baptisan Roh Kudus dan bahasa roh, bahkan juga dengan karunia Roh. Sejatinya, Pentakostalisme merupakan sebuah dinamisasi karakteristik kehidupan Kristen. Tulisan ini bertujuan untuk menunjukkan hakikat Pentakostalisme sesuai Kisah Para Rasul, bahwa Pentakostalisme bukan sekadar persoalan bahasa roh dan karunia roh yang lain, melainkan karakteristik. Penelitian ini bersifat analisis teks pada Kisah Para Rasul tentang karateristik Pentakostalisme yang sejati. Kesimpulannya, karakteristik pentakostalis adalah tentang membangun pribadi dinamis yang memiliki karakter tekun bersekutu dan belajar firman, peduli sosial, antusias, disukai orang, berani bersaksi, melayani dengan kuasa dan memiliki kemampuan intelektualitas. Kalis StevanusGereja sebagai bagian dari masyarakat juga terpanggil untuk terlibat dalam upaya mengatasi permasalahan yang sedang terjadi di sekitarnya. Makalah ini bertujuan untuk memperlihatkan bahwa pelayanan kristiani secara komprehensif yaitu pelayanan holistik adalah sangat relevan dan dibutuhkan sebagai jawaban untuk mewujudkan Injil Yesus Kristus menjadi realitas dan sekaligus dapat mengentaskan persoalan atau kondisi masyarakat di mana gereja berada. Pelayanan holistik adalah sebuah paham akan peranan gereja dalam lingkup sosial, yakni pengontekstualisasian Injil Yesus Kristus pada masalah konkret yang terjadi di sekitar gereja. Pelayanan holistic sebagai upaya untuk merealisasikan pengajaran Alkitab ke dalam praksis, yang tentunya hal ini berlaku di tengah-tengah kondisi dan situasi masalah konkret di sekitar kajian biblika khususnya pemberitaan Injil Sinoptik mengenai pelayanan Tuhan Yesus, tampak sangat jelas bahwa Ia tidak memisahkan dualisme antara Pemberitaan Injil dan kepedulian social. Pelayanan-Nya tidak hanya focus pada Pemberitaan Injil semata, yaitu penobatan seseorang menjadi murid-Nya untuk memperoleh keselamatan jiwa, namun bersifat holistik, yakni juga memerhatikan kebutuhan sosial. Seyogyianya pelayanan gereja masa kini pun juga holistic utuh; menyeluruh seperti yang telah dilakukan oleh Tuhan EnnsThe Moody Handbook of Theology leads the reader into the appreciation and understanding of the essentials of Christian theology. It introduces the reader to the five dimensions that provide a comprehensive view of theology Biblical Theology, Systematic Theology, Historical Theology, Dogmatic Theology, and Contemporary Theology. Paul Enns provides a concise doctrinal reference tool for newcomer and scholar. Includes new material on the openness of God, health and wealth theology, the emergent church, various rapture interpretations, feminism, and Wajah Sosial Gereja Masa KiniJoas AdiprasetyaAdiprasetya, Joas, "Hospitalitas Wajah Sosial Gereja Masa Kini," Situs Komunitas Jemaat GKI Pondok Indah, last modified 2013, Calhoun, Adele Ahlberg, "Spiritual Disciplines Handbook -Practices That Transform Us" Downers Grove, Illionis IVP Press, 2005An Introduction to the New TestamentD CarsonDouglas J MooCarson, and Douglas J. Moo, "An Introduction to the New Testament", 1st ed. Malang Gandum Mas, 2016.Dicky DominggusDominggus, Dicky, "Efektivitas Pelaksanaan Ibadah Daring Ditinjau dari Roma 121-2", SANCTUM DOMINE, Sivilitas KristenDemsy JuraJura, Demsy, "Pendidikan Sivilitas Kristen" Jakarta UKI Press, 2021
Apaperbedaan gereja perdana dan gereja masa kini Iklan Jawaban 3.6 /5 19 alfi8197 Jawaban: Gereja perdana yaitu membagi-bagikan,memecah-mecahkan roti. lalu gereja sekarang mengikuti tradisi dari gereja perdana yang diturunkan kepada gereja sekarang. bedanya,gereja sekarang memecah-mecakan roti dan di sebut perayaan ekaristi COPAS?
Asal Usul Perkembangan Gereja Mula-mulaPengertian Gereja PerdanaPerkembangan Gereja PerdanaPeran Simon PetrusAjaran Gereja PerdanaAsal Usul Perkembangan Gereja – Sejarah gereja perdana. Gereja perdana, gereja mula-mula, jemaat perdana, atau kekristenan mula-mula merujuk pada kekristenan pada masa antara penyaliban Yesus da Dewan Nicaea tersebut terjadi pada abad ke 4 Masehi. Sumber sejarah utama mengenai Kekristenan di abad pertama adalah kibat Kisah Para Rasul. Mulanya Gereja Kristen terpusat di satu kota yakni satu pemimpinnya, Yakobus dari Yerusalem merupakan adik Yesus dan mati sebagai martir pada sekitar tahun 62 Masehi. Setelah Amanat Agung diberikan, Para Rasul kemudian melaksananan aktivitas tersebut dilakukan dengan menyebarkan Kekristenan ke kota-kota di seluruh dilayah dunia Helenistik, seperti Aleksandria, Antiokhia, Roma, serta ke luar Kerajaan banyak hal yang perlu kita ketahui tentang sejarah gereja perdana. Anda bisa menyimak secara lengkap ulasan yang kami tulis ini dirangkum dari berbagai sumber Gereja PerdanaPengertian gereja perdana adalah gereja yang pertama kali berdiri. Artinya, gereja ini terbentuk dari perkumpulan umat yang saling percaya bahwa Yesus adalah Tuhan dan Guru, sekaligus yang menceritakan mengenai Yesus Kristus berawal berasal dari Yesus Kristus wafat, lantas dimakamkan dan bangkit ulang lantas naik ke surga. Setelah itu para pengikut Yesus Kristus bersatu membentuk suatu pengadilan yang diatur Pemerintahan Romawi yang dialami Yesus Kristus, ketika sidang berjalan sebagian umat-Nya tidak menyingkir, mereka mengendap-endap dari kejauhan menyaksikan secara segera Gurunya diadili dan dibawa ke sesuai bersama perkataan dan perintah berasal dari Yesus Kristus, para pengikutNya sadar dan seluruh udah berjalan sesuai bersama apa yang udah disampaikanNya. Sejak selagi itu mulai berdiri gereja, jemaat atau pengikut Gereja PerdanaJemaat gereja yang sudah tersebut berkumpul untuk memperlihatkan bahwa mereka plaingpantas disebut sebagai penerus ajaran murid Kristus. Mereka berlomba menyaksikan siapa yang paling kompeten akan pengajaran murid Kristus. ini disebabkan karean kelompok ini berebut untuk diakui sebagai gereja ini dapat berusaha untuk melaksanakan kebiasaan-kebiasaan Gereja Perdana dan dapat mengikutinya sebagai normalitas hidup mereka dan hal ini adalah kegunaan berdoa bagi orang Yesus Kristus tetap bersama para murid-muridNya di dalam Injil Matius Mat1618 yang berbicara “dan Akupun berbicara kepadamu Engkau adalah Petrus dan di atas abtu karang ini Aku dapat mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak dapat menguasainya”.Yesus dan para pengikutnya pada ayat selanjutnya dijelaskan gereja dan jemaat sudah didirikan oleh para murid Kristus. Mereka sangat percaya bahwa pimpinan berasal dari murid-murid Kristus adalah Petru si Batu Karang atau si merupakan murid yang paling kerap tampil dan diakui sebagai juru berbicara salah satu pada murid Kristus, hal ini bisa dicermati berasal dari Kisah Para Rasul di Perjanjian Simon PetrusPada Injil Yohanes yang merupakan salah satu berasal dari empat Injil Kanonik, terdapat pada Yoh 2115-17 yakni bahwa Yesus Kristus pernah sampai tiga kali memberi perintah pada Petrus untuk menggembalakan domba-domba yang dimiliki oleh perdana pada akhirnya diangap tak pernah lepas dari Simon Petrus. Sehingga para kumpulan yang tersedia beranggap mereka adalah kumpulan pengikut Kristus dan menempatkan Petrus sebagai gembala Gereja PerdanaDalam Yesus, Allah udah jadi manusia Yoh 114 yang artinya bisa dicermati dan nampak bersama kasat mata 1 Tim 316, 1 Yoh 1 1 dan bersama ini bisa Allah dijelaskan sebagai gambaran sosok manusia, menyatakan ke-Allahan-Nya yang tidak terlihat. Dalam Gereja Perdana sangat melarang gunakan patung, melainkan gunakan dan lebih tekankan sebagai sebuah Ikon. Karena Yesus Kristus lah Allah itu Kol 115.Kita bisa mengambil sebagian pelajaran dari sejarah perkembangan gereja perdana, yakni kita perlu merefleksikan hidup dan mengambil pelajaran dari gereja abad pertama untuk mendapatkan kebolehan bertahan serta berkembang dalam Tuhan Yesus sesuai juga dapat mengajak untuk mengembalikan panggilan kita pada Gereja milik Kristus yang dibuat berasal dari batu karang yang teguh dan kuat. Sehingga pada tahun-tahun setelah itu bisa diteruskan ulang ajaran mata rantai Gereja Tuhan bersama pengenalan ajaran Kristus kepada generasi KataSekian ulasan singkat mengenai sejarah gereja perdana kristen. Semoga dapat membuat kita mengetahui sejarha asal mula didirikannya gereja perdana lengkap dengan Kesetiaan di dalam AlkitabPeran Gereja Sebagai Institusi SosialSusunan Acara Pernikahan Kristen di Gereja
Q7YIbQm. tjqm7w32ms.pages.dev/245tjqm7w32ms.pages.dev/3tjqm7w32ms.pages.dev/241tjqm7w32ms.pages.dev/32tjqm7w32ms.pages.dev/31tjqm7w32ms.pages.dev/111tjqm7w32ms.pages.dev/1tjqm7w32ms.pages.dev/375tjqm7w32ms.pages.dev/13
perbedaan gereja perdana dan gereja masa kini